Pengklasifikasian batubara di dasarkan pada derajat dan kualitas dari batubara tersebut, yaitu :
1. Gambut
/ Peat
Golongan ini
sebenarnya termasuk jenis batubara, tapi merupakan bahan bakar. Hal ini
disebabkan karena masih merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara.
Endapan ini masih memperlihatkan sifat awal dari bahan dasarnya. (nb : Gambut/peat tidak termasuk dalam klasifikasi batubara international, dikarenakan gambut/peat hanya merupakan cikal bakal batubara, belum termasuk rank batubara)
2. Lignite
/ Brown Coal
Golongan ini
sudah memperlihatkan proses selanjutnya berupa struktur kekar dan gejala
pelapisan. Apabila dikeringkan, maka gas dan airnya akan keluar. Endapan ini
bisa dimanfaatkan secara terbatas untuk kepentingan yang bersifat sederhana,
karena panas yang dikeluarkan sangat rendah.
3. Sub-Bituminous
/ Bitumen Menengah
Golongan ini
memperlihatkan ciri-ciri tertentu yaitu warna yang kehitam-hitaman dan sudah
mengandung lilin. Endapan ini dapat digunakan untuk pemanfaatan pembakaran yang
cukup dengan temperatur yang tidak terlalu tinggi.
4. Bituminous
Golongan ini
dicirikan dengan sifat-sifat yang padat, hitam, rapuh (brittle) dengan membentuk
bongkah-bongkah prismatik. Berlapis dan tidak mengeluarkan gas dan air bila
dikeringkan. Endapan ini dapat digunakan antara lain untuk kepentingan
transportasi dan industri.
5. Anthracite
Golongan ini
berwarna hitam, keras, kilap tinggi, dan pecahannya memperlihatkan pecahan
chocoidal. Pada proses pembakaran memperlihatkan warna biru dengan derajat
pemanasan yang tinggi. Digunakan untuk berbagai macam industri besar yang
memerlukan temperatur tinggi.
Semakin tinggi kualitas
batubara, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan
berkurang. Batubara bermutu rendah, seperti lignite dan sub-bituminous,
memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang
rendah, sehingga energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya
akan semakin keras dan kompak, serta warnanya akan semakin hitam mengkilat.
Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang sedangkan kadar karbonnya akan
meningkat, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.
Klasifikasi
batubara merupakan suatu penggolongan batubara sesuai dengan derajat penguraian
bakteri dalam suasana anaerobic, pelapukan (coalification) secara
alami dari Brown Coal (low rank) menjadi Antrasit (high rank),
yang ditunjukan oleh sifat fisika dan kimiawi yang dimilikinya. Beberapa metode
klasifikasi batubara, antara lain :
1. Metode ASTM (American Standard Testing Material)
Dalam
penentuan jenis tingkatan batubara menurut klasifikasi ASTM ini didasarkan atas
persentase karbon padat dan nilai kalori (dalam btu/lb), yang dihitung
berdasarkan basis Dry Mineral Matter Free (dmmf)
Klasifikasi ini dikembangkan di Amerika
oleh Bureau of Mines yang akhirnya dikenal dengan Klasifikasi menurut ASTM
(America Society for Testing and Material). Klasifikasi ini berdasarkan rank
dari batubara itu atau berdasarkan derajat metamorphism nya atau perubahan
selama proses coalifikasi (mulai dari lignit hingga antrasit). Untuk menentukan
rank batubara diperlukan data fixed carbon (dmmf), volatile matter (dmmf) dan
nilai kalor dalam Btu/lb dengan basis mmmf (moist, mmf). Cara pengklasifikasian
:
a.
Untuk batubara dengan kandungan VM lebih
kecil dari 31% maka klasifikasi didasarkan atas FC nya, untuk ini dibagi
menjadi 5 group, yaitu :
1) FC
lebih besar dari 98% disebut meta antrasit
2) FC
antara 92-98% disebut antrasit
3) FC
antara 86-92% disebut semiantrasit
4) FC
antara 78-86% disebut low volatile
5) FC
antara 69-78% disebut medium volatile
b.
Untuk batubara dengan kandungan VM lebih
besar dari 31%, maka klasifikasi didasarkan atas nilai kalornya dengan basis
mmmf.
1) 3
group bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor antara 14.000 – 13.000
Btu/lb yaitu :
·
High Volatile A Bituminuos coal
(>14.000)
·
High Volatile B Bituminuos coal
(13.000-14.000)
·
High Volatile C Bituminuos coal
(<13.000)
2) 3
group Sub-Bituminous coal yang mempunyai moist nilai kalor antara 13.000 – 8.300
Btu/lb yaitu :
·
Sub-Bituminuos A coal (11.000-13.000)
·
Sub-Bituminuos B coal (9.000-11.000)
·
Sub-Bituminuos C coal (8.300-9.500)
c.
Untuk batubara jenis Lignit
1) 2
group Lignit coal dengan moist nilai kalor di bawah 8.300 Btu/lb yaitu :
·
Lignit (8.300-6300)
·
Brown Coal (<6.300)
Tabel Klasifikasi
Batubara Berdasarkan ASTM
Class
|
Group
|
Fixed Carbon % , dmmf
|
Volatile Matter Limits, % , dmmf
|
Calorific Value Limits BTU per pound (mmmf)
|
||||
≥
|
Less
Than
|
Greater
Than |
≤
|
≥
|
Less
Than
|
Agglomerating Character
|
||
I. Anthracite
|
1.Meta-anthracite
|
98
|
2
|
|
Non-
agglomerating
|
|||
2.Anthracite
|
92
|
98
|
2
|
8
|
||||
3.Semianthracite C
|
86
|
92
|
8
|
14
|
||||
II. Bituminous
|
1.Low volatile bituminous coal
|
78
|
86
|
14
|
22
|
Commonly
Agglomerating
|
||
2.Medium volatile bituminous coal
|
69
|
78
|
22
|
31
|
||||
3.High volatile A bituminous coal
|
69
|
31
|
14000
|
|||||
4.High volatile B bituminous coal
|
13000
|
14000
|
||||||
5.High volatile C bituminous coal
|
11500
|
13000
|
Agglomerating
|
|||||
10500
|
11500
|
|||||||
III. Sub-
Bituminous
|
1.Subbituminous A coal
|
10500
|
11500
|
Non-
Agglomerating
|
||||
2.Subbituminous B coal
|
9500
|
10500
|
||||||
3.Subbituminous C coal
|
8300
|
9500
|
||||||
IV. Lignite
|
1.Lignite A
|
6300
|
8300
|
|
||||
1.Lignite B
|
6300
|
Sumber
: Annual Book of ASTM Standard
2. Metode NCB (National Coal Board)
Klasifikasi ini dikembangkan di Eropa
pada tahun 1946 oleh suatu organisasi Fuel Research dari departemen of
Scientific and Industrial Research di Inggris. Klasifikasi ini berdasarkan rank
dari batubara, dengan menggunakan parameter volatile matter (dry, mineral matter
free) dan cooking power yang ditentukan oleh pengujian Gray King. Dengan
menggunakan parameter VM saja NCB membagi batubara atas 4 macam :
a.
Pembagian NCB menurut parameter VM
1)
Volatile dibawah 9,1%, dmmmf dengan coal
rank 100 yaitu Antrasit
2)
Volatile diantara 9,1-19,5%,dmmmf dengan
coal rank 200 yaitu Low Volatile/Steam Coal
3)
Volatile diantara 19,5-32%,dmmf dengan
coal rank 300 yaitu Medium Volatile Coal
4)
Volatile lebih dari 32 %, dmmmf dengan
coal rank 400-900 yaitu Haigh Volatile Coal
Masing – masing
pembagian di atas dibagi lagi menjadi beberapa sub berdasarkan tipe coke Gray
King atau pembagian kecil lagi dari kandungan VM.
b.
Untuk High Volatile Coal dibagi
berdasarkan sifat caking nya :
1)
Very strongly caking dengan rank code
400
2)
Strongly caking dengan rank code 500
3)
Medium caking dengan rank code 600
4)
Weakly caking dengan rank code 700
5)
Very weakly caking dengan rank code 800
6)
Non caking dengan ring code 900
3.
Klasifikasi menurut International
Klasifikasi
ini dikembangkan oleh Economic Commision for Europe pada tahun 1956. Klasifikasi
ini dibagi atas dua bagian yaitu :
a.
Hard Coal
Di definisikan
untuk batubara dengan gross calorific value lebih besar dari 10.260 Btu/lb atau
5.700 kcal/kg (moist, ash free).
International System dari hard coal dibagi atas 10 kelas menurut kandungan VM (daf). Kelas 0 sampai 5 mempunyai kandungan VM lebih kecil dari 33% dan kelas 6 sampai 9 dibedakan atyas nilai kalornya (mmaf) dengan kandungan VM lebih dari 33%. Masing-masing kelas dibagi atas 4 group (0-3) menurut sifat cracking nya dintentukan dari “Free Swelling Index” dan “Roga Index”. Masing group ini dibagi lagi atas sub group berdasarkan tipe dari coke yang diperoleh pengujian Gray King dan Audibert-Arnu dilatometer test. Jadi pada International klasifikasi ini akan terdapat 3 angka, angka pertama menunjukkan kelas, angka kedua menunjukkan group dan angka ketiga menunjukkan sub-group. Sifat caking dan coking dari batubara dibedakan atas kelakuan serbuk batubara bila dipanaskan. Bila laju kenaikan temperature relative lebih cepat menunjukkan sifat caking. Sedangkan sifat coking ditunjukkan apabila laju kenaikan temperature lambat.
International System dari hard coal dibagi atas 10 kelas menurut kandungan VM (daf). Kelas 0 sampai 5 mempunyai kandungan VM lebih kecil dari 33% dan kelas 6 sampai 9 dibedakan atyas nilai kalornya (mmaf) dengan kandungan VM lebih dari 33%. Masing-masing kelas dibagi atas 4 group (0-3) menurut sifat cracking nya dintentukan dari “Free Swelling Index” dan “Roga Index”. Masing group ini dibagi lagi atas sub group berdasarkan tipe dari coke yang diperoleh pengujian Gray King dan Audibert-Arnu dilatometer test. Jadi pada International klasifikasi ini akan terdapat 3 angka, angka pertama menunjukkan kelas, angka kedua menunjukkan group dan angka ketiga menunjukkan sub-group. Sifat caking dan coking dari batubara dibedakan atas kelakuan serbuk batubara bila dipanaskan. Bila laju kenaikan temperature relative lebih cepat menunjukkan sifat caking. Sedangkan sifat coking ditunjukkan apabila laju kenaikan temperature lambat.
b. Brown
Coal
International
klasifikasi dari Brown coal dan lignit dibagi atas parameternya yaitu total
moisture dan low temperature Tar Yield (daf).
Pada
klasifikasi ini batubara dibagi atas 6 kleas berdasarkan total moisture (ash
free) yaitu :
a. Nomor
kelas 10 dengan total moisture lebih dari 20%, ash free
b. Nomor
kelas 11 dengan total moisture 20-30%, ash free
c. Nomor
kelas 12 dengan total moisture 30-40%, ash free
d. Nomor
kelas 13 dengan total moisture 40-50%, ash free
e. Nomor
kelas 14 dengan total moisture 50-60%, ash free
f. Nomor
kelas 15 dengan total moisture 60-70%, ash free
Kelas ini dibagi lagi atas group dalam 4
group yaitu :
a. No
group 00 tar yield lebih rendah dari 10% daf
b. No
group 10 tar yield antara 10-15 % daf
c. No
group 20 tar yield antara 15-20 % daf
d. No
group 30 tar yield antara 20-25 % daf
e. No group 40 tar yield lebih dari 25% daf
4. Metode Coal Classification Scheme (ISO)
Klasifikasi ISO dipergunakan untuk industri kokas dan
pembangkit listrik. Klasifikasi ISO didasarkan pada kandungan VM batubara dalam
dry ash free (daf), nilai muai bebas
(free swelling index (FSI)) atau Roga
index, dan Gray King Coke Type.
5. Metode Australia Classification
Klasifikasi batubara Australia didasarkan pada VM, FSI, Gray King Coke Type dan kandungan ash. Parameter ash penting bagi klasifikasi ini, karena batubara Australia
memiliki kadar ash tinggi.
6. Metode ECE Classification
ECE membuat
sistem klasifikasi yang dapat dipergunakan secara luas, pada tahun 1965 yang
kemudian menjadi standar international. Sistem ini mengelompokkan batubara
dalam class, group dan sub-group. Coal class mempergunakan CV atau VM sebagai patokan; Coal group mempergunakan Gray-King coke type atau maximum dilatation pada Audibert-Arnu dilatometer test sebagai
patokan; sedangkan coal sub-group
mempergunakan Crucible swelling number
dan Roga test sebagai patokan.
Sistem ini mampu menunjukkan coal rank dan potensi penggunaannya, terutama coal group dan coal sub-group
yang menjelaskan perilaku batubara jika dipanaskan secara perlahan maupun
secara cepat sehingga dapat memberikan gambaran kemungkinan penggunaannya. Pada tahun 1988
sistem ini dirubah dengan lebih menekankan pada pengukuran petrographic. Saat ini, sistem ini didasarkan pada vitrinite reflectance dan reflectrogram, komposisi maceral, FSI, VM, ash, sulfur, dan gross
CV.
7. Metode Fuel Ratio
![https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5i-lyGKp8i1YfXudjAbNKye8ZgdjV-ksB7FKtDMEJNylWi_6RiUBaFb_tIWQotSVD08ig7u2XojVvEuc2r4OnxG8261LGdWLo27ENOXX5Oq3WkiMltJACDcmrx4CnimD-TzbvqYjxJJ0/s200/untitled.JPG](file:///C:/Users/user/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar